Dewika Setiawati Nasution

Kamis, 02 Juni 2011

Strategi dan Media Mengajar


Strategi dan Media Mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajaran berhubungan erat dengan strategi atau metoda mengajar. Pada waktu seorang guru menyusun sekuens sesuatu bahan ajaran ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajaran dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntree mengemukakan strategi “Exposition versus Discovery” dan “Groups versus Individuals”. Ausubel dan Robinson mengemukakan kombinasi strategi “Reception versus Discovery Learning” dan “Rote versus Meaningfull Learning”.
(1). Reception (Exposition) Learning -  Discovery Learning
Reception dan Exposition Learning mempunyai makna yang sama, reception dilihat dari segi siswa, sedang Exposition dilihat dari segi guru.
Dalam Exposition atau Reception Learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir. Penyampaiannya baik secara lisan maupun tertulis. Siswa tidak dituntut mengelolah atau melakukan aktifitas lain kecuali menguasainya.
Dalam Discovery Learning bahan ajaran tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menganalisis, menyimpulkan, mengorganisasi, serta mengintegrasikan bahan-bahan ajaran. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa akan menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
(2). Rote Learning - Meaningfull Learning
Dalam Rote Learning bahan ajaran disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan maknanya bagi siswa. Dalam Meaningfull Learning penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel dan Robinson sesuatu bahan pelajaran bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif., yaitu segala fakta, konsep, proposisi, teori dan data perceptual yamg telah dikuasai siswa sebelumnya. Selanjutnya Ausubel dan Robinson menekankan bahwa Reception- Discovery Learning dan Rote Meaningfull Learning dapat dikombinasikan satu sama lainnya sehingga membentuk 4 kombinasi strategi belajar mengajar: (a). Meaningfull Reception, (b) Rote Reception, (c) Meaningfull Discovery, (d) Rote Discovery.
(3). Group Learning - Individual Learning
Discovery learning cenderung menuntut aktifitas brlajar secara individual atau dalam kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaanya agak sukar dan mempunyai beberapa keberatan. Keberatan utama discovery learning dalam bentuk kelas adalah karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama, maka discovery hanya akan dilakukan oleh siswa pandai dan cepat, siswa-siswa yang kurang dan lambat akan mengikuti saja penemuan siswa yang cepat. Di pihak lain anak-anak lambat akan menderita kurang motif belajar, acuh tak acuh, dan kemungkinan akan menjadi pengganggu kelas.
Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang isediakan untuk mendorong siswa belajar. Perumusan diatas menggambarkan pengertian media yan cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang  belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televisi dan computer.
Rowntree (1974, h.104-113) mengemukakan 5 macam media mengajar yang disebutnya sebagai “Modes” yaitu ‘iteraksi insani, realita, pictorial symbol tertulis dan rekaman suara”.
1.      Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih, dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswa-siswanya. Interaksi insane dapat berlangsung melalui komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi yang bersifat verbal terutama memegang peranan penting dalam perkembangan segi kognitif siswa. Untuk pengembangan segi afektif seringkali kounikasi non verbal seperti: sikap, penampilan, roman muka, gerak-gerik dsb lebih memegang peranan penting. Intensitas interaksi insane dalam berbagai metode mengajar tidak selalu sama. Intensitas interaksi insani dalam metode ceramah lebih rendah disbanding dengan metode diskusi, atau permainan.
2.      Realita. Realita merupakan suatu bentuk perangsang nyata seperti orang-orang, binatang, benda-benda, peristiwa dan sebagainya yang diamati siswa. Dalam interaksi insani siswa berkomunikasi dengan orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamatan, objek studi siswa.
3.      Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian berbagi bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbolik, bergerak atau tidak, dibuat di atas kertas atau film. Media pictorial mempunyai banyak bentuk yang paling sederhana seperti sketsa dan bagan sampai dengan yang cukup sempurna seperti film bergerak yang berwarna da bersuara.
4.      Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang paling umum tetapi tetap efktif. Ada beberapa macam bentuk media symbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul serta majalah-majalah. Penulisan simbol-simbol tertulis biasanya dilengkapi dengan media pictorial seperti gambar-gambar, bagan, grafik, dsb.
5.      Rekaman suara. Berbagai bentuk informasi dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara. Rekaman suara dapat disajikan secara tersendiri atau digabung dengan media pictorial. Penggunaan rekaman suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.
Dale (1969), mengemukakan 12 macam media mngajar atau audio aid, yang disebutnya sebagai “Cone of Experience”, yaitu:
1.      Verbal symbols
2.      Visual symbols: signs, stick figures
3.      Radio and Recordings
4.      Still picure
5.      Motion pictures
6.      Educational television
7.      Exhibits
8.      Study trips
9.      Demonstrations
10.  Dramatized experiences: plays, puppets, role playing
11.  Contrived experiences: models, mock ups, simulation
12.  Direct purposeful experience

Gagne (1974, h. 150-151) mengemukakan 5 macam perangsang belajar disertai alat-alat untuk menyajikannya, yaitu:
No.
Perangsang
Alat
1.

2.
3.

4.

5.
Kata-kata tertulis

Kata-kata lisan
Gambar dan kata-kata lisan

Gambar bergerak, kata-kata dan suara lain
Konsep-konsep teoritis melalui gambar

Buku, pengajaran berprogram, bagan, proyektor slide, poster, checklist.
Guru, tape recording.
Slide-tapes, slide bersuara, ceramah dan poster.
Proyektor film bergerak, televisi, demonstrasi.
Film bergerak, permainan boneka, wayang.



   
Evaluasi dan penyempurnaan
Langkah utama selanjutnya setelah merumuskan tujuan, bahan, ajaran dan media mengajar, adalah mengadakan evaluasi dan penyempurnaan. Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajaran, strategi serta media mengajar.


Evaluasi hasil belajar-mengajar
Untuk menilai keberhasilan pencapaian atau penguasaan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang telah ditentukan diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut juga evaluasi hasil belajar-mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan. Untuk tiap tujuan khusus minimal disusun satu butir soal.
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa akan tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relative pendek. Dalam kurikulum SMP-SMA evaluasi formatif digunakan untuk menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari satu satuan bahasan atau pokok bahasan. Evaluasi formatif lebih memegang peranan utama dalam memperbaiki proses belajar mengajar dan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa. Dengan demikian evaluasi formatif, selain berfungsi menilai proses, juga merupakan evaluasi atau tes diagnostic. Gronlund (1976 h.489) mengemukakan fungsi tes formatif sebagai berikut: (1). To plan corrective action for overcoming learning deficiencies, (2). To aid in motivating learning and, (3). To increase retention dan transfer or learning.  
            Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa akan tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yangcukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan. Evaluasi sumatif mempunyai fugsi yang lebih luasdari ealuasi formatif. Dalam kurikulum SMP-SMA, evaluasi sumatif dimaksudkan untuk menetukan kemajuan belajar siswa ( kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta menilai epektifitas program secara menyeluruh. Ini sesuai dengan pendapat Gronlund (1976 h.499) bahwa evaluasi sumatif berguna bagi: “(1) assigning grades, (2) reporting learning progress to parents, pupil, and school personel and (3) improving learning and instruction’.
            Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa akan tujuan-tujuan yang telah di tentukan atau bahan yang telah diaarkan ada dua macam norma yang digunakan “norm referenced”. And “riterion referenced”. Dalam criterion referenced penguasaan siswa yang di ukur dengan suatu tes hasil belajar di bandingkan dengan suatu criteria tertentu umpamanya 80%, dari tujuan atau bahan yang diberikan. Dengan demikian dalam criterion referenced ada suatu criteria absolute.
Dalam norm referenced, tidak ada suatu criteria absolute, penguasaan siswa dibandingkan dengan tigkat penguasaan kawan-kawan nya satu kelompok. Dengan demikian norma yang digunakan adalah norma kelompok. Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah, atau pun nasional. Dalam kurikulum pendidikan di Indonesia criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif, dan norm referenced digunakan pada evaluasi sumatif.

Evaluasi Pelaksanaan Mengajar
            Dalam mengajar yang di evaluasi bukan hanya hasil belajar-mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian evaluasi pelaksanaan mengajar meliputi evaluasi kompoen tujuan mengajar, komponen bahan pengajaran yang menyangkut sekuen bahan ajaran; strategi mengajar dan media mengajar, serta komponen evaluasi mengajar baik sebagai isi maupun sebagai peroses Sitem mengajar. Stuffel-beam et al (1997) mengutip Model Evaluasi dari  EPIC, bahwa dalam program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi adalah; komponen tingkah laku meliputi sub kompone: kognitif, afektif, dan pisikomotor; kompoen belejar mengajar meliputi: siswa, guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga,dan mastarakat.
            Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan hanya digunakan tes tetapi juga di gunakan bentuk-bentuk non tes seperti observasi, studi dokumen, analisis hasil, angket dan check list. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru sendiri ataupun oleh pihak-pihak lain berwenang seperti kepala sekolah dan pengawas. Sesuai dengan prinsip system, evaluasi da umpan balik diadakan secara terus-menerus, walaupun tidak semua komponen mendapat evaluasi yang sama dalam dan luasnya. Karena sifatnya yang menyeluruh dan terus-menurus maka evaluasi pelaksanaan system mengajar dapat dipandang sebagai suatu monitoring. 

Penyempurnaan
            Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut.
            Komponen apa yang disempurnakan, dan bagaimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan? Sesuai komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan. Sesuatu komponen mendapat penyempurnaan lebih banyak, dilihat dari peranannya dan tingkat kelemahannya (rowntree, 1974, h.150-151). Penyempurnaan juga mungkin dilakukan secara langsung begitu didapatkan sesuatu informasi umpan balik, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu tergantung pada urgensinya dan kemungkinannya mengadakan penyempurnaan. Penyempurnaan mungkin dilaksanakan sendiri oleh guru, tetapi dalam hal-hal tertentu mungkin dibutuhkan bantuan atau saran-saran dari orang lain baik sesame personalia sekolah atau ahli pendidikan dari luar sekolah. Penyempurnaan juga mungkin bersifat menyeluruh atau hanya menyangkut bagian-bagian tertentu. Hal-hal diatas semuanya tergantung pada kesimpulan-kesimpulan  hasil evaluasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar